SUMBER KRISTEN: ARTIKEL TEOLOGIA

melayani jemaat dan hamba Tuhan

 Home Hubungi Kami Pengakuan Iman Kotbah Sermon Mimbar Gereja Artikel ilustrasi Humor ebooks Kursus Teologia Clip Arts Power Point Direktori

www.sumberkristen.com

 

 

 

KEJAHATAN MEMANG PERKASA, TAPI TIDAK MAHAKUASA
Oleh: Eka Darmaputera

Orang Yunani kuno--seperti kita--percaya, Allah (= theos) itu baik. Sebab Ia baik, mustahillah dari sini muncul yang jahat. Jadi, kalau begitu, dari manakah kejahatan berasal? Jawab mereka: pasti dari "Tuhan" yang lain. Tuhan yang "bengis." Namanya, Demiourgos.

Ada pula versi lain. Sebab Theos itu baik, yang disebut "jahat" itu tidak mungkin ada. Alias ilusi semata. Ilusi karena manusia yang telah terperangkap oleh kebendaan dan kedagingan, tak mampu lagi menangkap kebenaran yang sebenar-benarnya.

Iman Kristen amat berbeda. Mewarisi iman Israel Perjanjian Lama, orang Kristen meyakini, pertama, kejahatan itu riil, nyata, fakta. Bukan sekadar fiksi, ilusi, atau fantasi. Dan, kedua, orang Kristen mempercayai dengan sepenuh hati, hanya ada satu Allah, tidak "allah" yang baik dan "allah yang "jahat." Allah yang satu itu adalah Khalik semua. Yang tampak maupun yang tidak. Yang baik maupun yang jahat.

Kekristenan malah tidak cuma mengakui bahwa kejahatan itu ada, tetapi juga menekankan bahwa kuasa kejahatan itu perkasa luar biasa. Sebab itu, bila tak mau celaka, jangan sekali-kali meremehkannya.

Dengan kemampuan serta kemauan maksimalnya sekalipun, manusia tak bakal mampu menandingi apalagi mengalahkan si Jahat. Buku terakhir Perjanjian Baru, Wahyu, secara dramatis melukiskan perang akhir yang imbang antara kuasa kebenaran versus kuasa kejahatan. Walaupun akhirnya, si Anak Domba itulah yang memenangkan pertarungan.

* * *

Namun, iman Kristen tidak cuma mengatakan bahwa kejahatan itu ada serta serba perkasa, titik. Sebab bila cuma itu, ya apa istimewanya? Dan apa manfaatnya? Yang istimewa adalah kekristenan menegaskan, secara intrinsik di dalam dirinya, kejahatan menyimpan benih-benih penghancuran dirinya sendiri. Dengan perkataan lain, kejahatan menyimpan kekuatan yang self-destructive. Seperti kamikaze, pasukan bunuh diri Jepang di masa PD II dulu.

Bisa saja untuk masa yang lama, kejahatan tampak tangguh dan perkasa, seolah-olah tak mungkin tergoyahkan. Tapi, lihatlah apa yang terjadi dalam sejarah! Tidak ada kelaliman yang tahan bertahta selama-lamanya.

Pada suatu ketika--bisa lama bisa pendek--kuasa kejahatan akan digilas oleh kuasa keadilan. Keniscayaan ini berlaku untuk kekuasaan apa saja, di mana saja dan kapan saja.

Manusia boleh saja melecehkan dan memandang remeh moral dan etika. Ketika pemimpin-pemimpin umat beragama baru-baru ini berkumpul, lalu bersepakat untuk melancarkan sebuah gerakan moral, saya tahu banyak yang menertawakannya di dalam hati.

"Moral? Bisa apa moral?!" Toh sejarah membuktikan adanya sebuah hukum besi moral yang selalu berlaku, baik orang mau mengakuinya atau tidak.

* * *

Intinya adalah hidup ini berlangsung menurut aturan dan ketentuan-ketentuan moral tertentu. Anda mau melawannya? O, silakan! Tapi bersiap-siaplah menuai buahnya dan menanggung konsekuensinya.

Anda tak mau mengakuinya? O, silakan! Anda tidak dipaksa. Tapi hukum itu akan berjalan terus, tanpa menunggu restu dan pengakuan Anda.

Ada masa-masa di mana seakan-akan orang-orang seperti Hitler atau Mussolini, Idi Amin, atau Rasputin diberi keleluasaan menikmati kejayaannya. Bagaikan ilalang yang dibiarkan tumbuh bebas mengimpit gandum.

Tapi ada saatnya, ketika ilalang akan dipisahkan dari gandum. Yang satu untuk dibakar menjadi abu, dan yang lain untuk disimpan di dalam lumbung.

Dalam salah satu karya akbarnya, Les Miserables, Victor Hugo berbicara mengenai perang antara Wellington dan Napoleon, perang Waterloo yang terkenal itu. Ia menulis, "Mungkinkah Napoleon memenangkan peperangan? Jawab kita, tidak. Mengapa tidak? Apakah karena Wellington? Atau karena Bluecher? Juga tidak! Tapi karena Allah .... Vonis bagi Napoleon telah dijatuhkan sejak awal oleh Sang Maha Kekal. Kejatuhannya telah ditetapkan oleh Sang Maha Kuasa. Napoleon telah membuat Allah jengkel. Waterloo bukanlah peperangan sebenarnya. Ia adalah gambaran dari ajang perang semesta yang sebenarnya."

Ajang perang semesta yang sebenarnya? Apa maksudnya? Waterloo, menurut Victor Hugo, merepresentasikan peperangan moral yang terus-menerus terjadi. Waterloo adalah lambang kejatuhan yang pasti dari setiap "napoleon" yang ada di muka bumi.

Sebuah peringatan abadi tentang rapuhnya sebuah angkatan anak manusia yang mabok oleh kemenangan militer. Penegasan bahwa kebenaran--atau apapun yang baik--tak mungkin dihasilkan oleh kuasa pedang, melainkan hanya oleh kuasa roh melalui kekuatan moral!

* * *

Anda masih kurang yakin? Telah lupakah Anda bahwa belum sampai seratus tahun yang lalu, selama berabad-abad, dunia--khususnya Asia dan Afrika--masih dikuasai oleh sistem kolonialisme? Sebuah sistem yang waktu itu diyakini sebagai kodrat yang hanya mesti diterima, dan tak mungkin diubah.

Ternyata tidak. Suatu kekuatan yang tersembunyi juga bekerja di bawah permukaan. Kekuatan kemerdekaan dan keadilan. Ini disungguhkan tidak kurang oleh MacMillan, Perdana Menteri dari kekuatan kolonial terbesar di dunia, Inggris. Ia mengatakan bahwa "angin perubahan telah mulai bertiup."

Kemudian hanya dalam waktu tidak lebih dari 15 tahun, kekuatan-kekuatan kolonial rubuh satu demi satu bagai deretan kartu domino, dan puluhan negara baru bermunculan.

Siapa dan dari mana kekuatan ini? Kita tidak tahu. Yang jelas, inilah yang terjadi bila kuasa Tuhan bekerja. Inilah yang terjadi bila kekuatan moralitas dilawan. Inilah yang terjadi bila proses pembusukan telah sampai ke titik yang tak tersembuhkan.

Allah mampu mengalahkan dan menaklukkan kuasa kejahatan. Mungkin tidak dengan cara menggelontor bumi dengan air bah seperti pada zaman Nuh; atau membelah lautan seperti pada zaman Musa, atau membakar bumi seperti yang terjadi atas Sodom dan Gomora.

Mungkin memang tidak perlu. Sebab sebagaimana saya katakan, lambat atau cepat kuasa-kuasa kejahatan itu akan menghancurkan dirinya sendiri.

Ini adalah bagian dari hukum besi moralitas yang tak mungkin dilawan. Membuktikan kebenaran kata-kata Yesus, orang yang bijaksana akan mendirikan rumahnya di atas batu. "Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, tetapi rumah itu tidak rubuh ...." Berbeda dengan mereka yang mendirikan rumahnya di atas pasir.

James Russell Lowell menulis, "Kebenaran selamanya terpuruk di lantai berdebu. Dan kejahatan selamanya bertahta di singgasana mulia. Tapi, jangan salah, sebab dari lantai berdebu ini, taufan masa depan menyapu. Dan di kesamaran yang tersembunyi, berdirilah Allah di bawah naungan bayang-bayang--memperhatikan."

"Zaman ini zaman edan. Yang tidak ikut-ikutan edan tidak kebagian." Kata-kata ini amat terkenal, bukan? Tapi tolong jangan kutip Ronggowarsito cuma sampai di sini. Sebab yang tak kalah pentingnya adalah, ia juga mengatakan, "Seuntung-untungnya yang edan, masih lebih beruntunglah mereka yang eling dan waspada." (