SUMBER KRISTEN: ARTIKEL TEOLOGIA

melayani jemaat dan hamba Tuhan

 Home Hubungi Kami Pengakuan Iman Kotbah Sermon Mimbar Gereja Artikel ilustrasi Humor ebooks Kursus Teologia Clip Arts Power Point Direktori

www.sumberkristen.com

 

 

 

Naskah Khotbah (2)
KARAKTERISTIK KEPEMIMPINAN KRISTEN YANG PAS (Lukas 7:18-28)

Dengan pemikiran itu saya ingin memperkenalkan seorang tokoh Alkitab yang, sepanjang pengetahuan saya yang terbatas, tidak pernah dijadikan model kepemimpinan yang ideal. Tetapi menurut saya tokoh ini dapat dijadikan inspirasi yang sangat kaya dan sangat relevan untuk kita sekarang. Tokoh itu adalah Yohanes Pembaptis, yang oleh saudara-saudara Katolik disebut Yohanes Pemandi. Mengapa Yohanes Pembatis?

Pertama, karena tokoh ini sebenarnya sangat cocok untuk memenuhi obsesi dan ambisi yang sebenarnya ada--baik secara terbuka maupun tersembunyi--pada semua orang termasuk Saudara dan saya. Apakah itu? Keinginan untuk menjadi besar, menjadi orang besar, bahkan yang terbesar, paling besar. Ada sindrom megalomaniak pada setiap orang kecil atau besar, tersembunyi atau tidak. Yohanes disebut oleh Alkitab sebagai orang besar. Siapa yang mengatakan hal itu? Tidak lain dari Yesus sendiri sebagaimana dicatat di Lukas 7:28, "Aku berkata kepadamu: Di antara mereka yang dilahirkan oleh perempuan tidak ada seorang pun yang lebih besar daripada Yohanes, namun yang terkecil dalam Kerajaan Allah lebih besar daripadanya." Oleh karena itu, kalau kita ingin menjadi orang besar, belajarlah dari Yohanes.

Kedua, saya mengambil tokoh Yohanes karena ia berada di dalam masa transisi--masa peralihan yang besar di antara dua era. Masa antara PL dan PB; antara BC dan AD; masa transisi antara sebelum dan sesudah Kristus. Dalam arti yang luas, mirip dengan situasi kita sekarang yang juga sedang berada dalam masa peralihan dua era besar, antara era modern dan era pascamodern; antara Indonesia lama dan cita-cita untuk mendirikan Indonesia Baru. Juga ada transisi besar di dalam gereja-gereja yang mapan--established, sekarang ini berada dalam keadaan yang paling tidak mapan, goyang dan goncang.

Mengapa saya memilih Yohanes juga, ketiga, karena Yohanes sadar benar bahwa ia adalah tokoh yang dipanggil secara khusus untuk mempersiapkan umat Tuhan menyongsong era baru itu. Lukas mencatat hal itu dalam Injilnya, "Karena tentang Dia ada tertulis: Lihatlah, Aku menyuruh utusan-Ku mendahului Engkau, ia akan mempersiapkan jalan-Mu di hadapan-Mu" (7:27). Di mana letak kebesaran Yohanes sehingga Yesus mengatakan bahwa di antara mereka yang pernah dilahirkan oleh perempuan, tidak ada yang lebih besar daripada Yohanes?

Ada beberapa hal yang bisa saya katakan di sini. Pertama, kalau kita amati dari pembacaan kita tadi, kebesaran Yohanes itu bukanlah karena ia adalah seorang superman. Sebaliknya, Yohanes adalah orang yang mengenal perasaan ragu, takut, gelisah dan juga rasa kecewa, sehingga mengenai dia Yesus mengatakan, "Berbahagialah orang yang tidak menjadi kecewa dan menolak Aku" (ayat 23). Dialah yang pernah meragukan, "Engkaukah yang akan datang itu atau haruskah kami menantikan seorang lain?" Kalau masih ada orang lain lagi alangkah sia-sianya pengorbananku, demikian kira-kira pikiran Yohanes. Apa yang mau dikatakan melalui semua ini? Kita bisa menjadi orang yang besar, dan tidak harus menjadi superman untuk menjadi orang yang besar di hadapan Yesus. Yesus memanggil kita di dalam segala keberadaan kita sebagai manusia.

Kedua, kebesaran Yohanes itu agaknya bukan karena ia seorang yang keras seperti beton atau besi baja yang memang kuat luar biasa tetapi sekali patah, tidak bisa disambung lagi. Yesus mengumpamakan Yohanes itu seperti buluh, "Setelah suruhan Yohanes itu pergi, mulailah Yesus berbicara kepada orang banyak itu tentang Yohanes: 'Untuk apakah kamu pergi ke padang gurun? Melihat buluh yang digoyangkan angin kian kemari?'" (ayat 24). Besar di dalam penilaian Yesus ternyata bukan macho. Besar dalam pandangan Yesus bukan seperti Arnold Schwarzenegger atau Ade Rai. Besar itu bukan menakutkan. Besar bagi Yesus berarti teguh di dalam prinsip, seperti buluh, seperti bambu yang goyang ke kanan dan ke kiri tetapi tidak patah.

Ketiga, di dalam Lukas 7:25 Yesus berkata, "Atau untuk apakah kamu pergi? Melihat orang yang berpakaian halus? Orang yang berpakaian indah dan yang hidup mewah, tempatnya di istana raja." Kebesaran Yohanes terletak pada kesederhanaannya. Kebesaran itu tidak terletak pada penampilan luarnya, tetapi pada karakternya, kualitasnya. Saya yakin seandainya Yohanes Pembaptis hidup pada zaman ini, ia pasti tidak akan membeli gelar doktor atau profesor. Orang yang sederhana adalah orang yang tidak gampang kena godaan sebab ia sudah merasa cukup dengan apa yang ada dan ia bersyukur. Yang ia cari bukanlah sesuatu yang menyala tetapi yang lebih mulia, lebih agung, lebih luhur. Karena itu saya sedih kalau melihat seorang penginjil hendak menandai kebesarannya dengan Mercedez Benz atau arloji Rolex. Mereka harus belajar dari Yohanes Pembaptis.

Keempat, kebesaran Yohanes Pembaptis terletak pada keberaniannya. Ada dua hal yang hendak saya katakan mengenai keberanian Yohanes ini. Pertama, keberanian Yohanes itu tidak hanya ditunjukkan ketika ia harus berhadapan dengan orang-orang kecil. Banyak orang sekarang yang galak setengah mati ketika berhadapan dengan orang kecil, menjadi penindas orang-orang kecil. Yohanes memiliki keberanian yang tidak pandang bulu. Ia tidak hanya main sikat terhadap orang tertentu, tetapi siapa pun kalau perlu akan ia sikat. Salah satunya ialah pemimpin-pemimpin agama yang dianggap sebagai pemegang kunci surga dan yang berteriak-teriak agar orang-orang lain bertobat. Namun di Matius 3:7-9 mereka disebut sebagai keturunan ular beludak yang harus bertobat. Yang lain adalah tentara--yang tegurannya sebenarnya masih berlaku bagi tentara-tentara dan polisi-polisi kita--seperti yang terdapat di Lukas 3:14, "Dan prajurit-prajurit bertanya juga kepadanya: 'Dan kami, apakah yang harus kami perbuat?' Jawab Yohanes kepada mereka: 'Jangan merampas dan jangan memeras dan cukupkanlah dirimu dengan gajimu.'" Demikian juga terhadap jendral-jendral, bahkan raja dan ratu, termasuk Herodes yang seolah-olah berkuasa atas hidup dan matinya seseorang. Memang Yohanes harus menanggung risiko atas keberaniannya. Bukan itu saja, keberanian Yohanes tidak hanya ia nyatakan dalam bentuk keberanian yang tanpa pandang bulu, tetapi juga keberanian yang tidak menghiraukan risiko. Ia tidak hanya berani ketika keadaan tidak menuntut risiko. Yohanes bukan seorang jago kandang. Ia juga bukan seorang oportunis yang cuma berani kalau tidak ada risiko. Ini yang paling banyak kita jumpai sekarang, terutama di DPR. Para politisi dan pengamat yang seakan-akan berlomba dalam hal ketajaman memaki, mengumpat, mencaci, ketika sudah tidak ada risiko, padahal mereka adalah orang yang paling bungkam sebelumnya.

Terakhir, yang kelima tetapi bukan berarti yang paling tidak penting. Camkan bahwa kebesaran Yohanes terutama terletak pada kerendahan hatinya. Ia tidak membesarkan diri dari yang seharusnya, tetapi jelas ia tidak rendah diri, tetapi juga tidak megalomaniak. Ia bersedia untuk mempersiapkan jalan bagi orang lain, artinya menjadi nomor dua. Baca Injil Yohanes 1:20,23, "Ia mengaku dan tidak berdusta katanya: 'Aku bukan Mesias.' ... Jawabnya: 'Akulah suara orang yang berseru-seru di padang gurun: Luruskanlah jalan Tuhan! Seperti yang telah dikatakan nabi Yesaya,'" Saya ini hanya orang nomor dua. Amin Rais saja pernah menolak untuk dijadikan orang nomor dua. Yohanes Pembaptis menyadari dirinya. Ia siap untuk mengakui kebesaran orang lain seperti yang dicatat di Yohanes 1:26,27, "Yohanes menjawab mereka, katanya: 'Aku membaptis dengan air; tetapi di tengah-tengah kamu berdiri Dia yang tidak kamu kenal, yaitu Dia, yang datang kemudian dari padaku. Membuka tali kasut-Nya pun aku tidak layak.'" Jarang ada pemimpin seperti ini. Semua pemimpin akan merasa dan mengatakan "Aku yang terbesar, yang terpintar, yang terbenar." Padahal kalau seseorang itu sudah mengatakan dirinya "ter," terbesar, terbenar, terhebat, berarti ia sudah mentok, sudah tidak bisa berkembang lagi. Justru kemungkinannya ia hanya bisa menjadi kerdil dan semakin kerdil.

Yang lebih penting dari itu, ketika tiba waktunya, Yohanes bersedia untuk mengundurkan diri ke balik layar. Kebanyakan persoalan di gereja, di dunia ini disebabkan oleh orang yang sebenarnya sudah waktunya untuk mundur tetapi ia tidak mau mundur. Yohanes dengan sukarela mengundurkan diri. Kita dapat melihatnya di Yohanes 3:30, "Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil." Semua itu dilakukan dengan ikhlas, dengan sadar, dengan sukacita. Di Yohanes 3:28,29 ia mengatakan bahwa fungsinya adalah seperti pendamping mempelai laki-laki. Karena itu ketika mempelai laki-laki itu datang--tidak ada sukacita yang lebih besar bahwa mempelai laki-laki itu sudah datang--ia bisa mengundurkan diri, untuk menghantar orang masuk kepada era baru, menghantar generasi baru menyeberangi sungai Yordan dan masuk ke tanah perjanjian.

Apakah Saudara ingin menjadi orang besar? Itu baik-baik saja, tidak salah. Menjadi semakin besar juga oke-oke saja, tetapi menjadi besarlah dengan cara-cara yang menunjukkan kebesaran jiwamu. Jadilah besar tetapi besar di hadapan Tuhan dan di dalam penilaian Allah. Artinya, besar yang sejati. Apakah itu? Yaitu menjadi besar oleh karena bersedia menjadi yang terkecil di kerajaan Allah. Betapa bangsa ini, gereja-gereja kita, membutuhkan pemimpin-pemimpin seperti Yohanes, yang tidak menengok ke belakang, yang defensif mempertahankan masa lalu, tetapi mempersiapkan masa depan. Yang tidak introver, melihat dan mengukur semua dari kepentingan diri dan dari keamanan posisinya, tetapi menatap kepada Dia, Sang Pemimpin satu-satunya. Dia yang makin bertambah, aku yang makin berkurang. Bolehkah harapan ini saya titipkan kepada Saudara, supaya Saudara menjadi pemimpin-pemimpin yang berkarakter seperti itu?