SUMBER KRISTEN: ARTIKEL TEOLOGIA melayani jemaat dan hamba Tuhan
|
|
|
|
Jangan Asal Bicara Oleh Eka Darmaputera "JANGAN MENYEBUT NAMA TUHAN, ALLAHMU, DENGAN SEMBARANGAN". Siapakah yang patut disebut sebagai pelanggar-pelanggar serius hukum ketiga Dasa Titah ini? Saya harap Anda tidak terlalu terkejut bila saya katakan bahwa yang paling sering melanggar titah ini adalah justru orang-orang yang kelihatannya alim, saleh, dan "suci". Orang-orang yang paling banyak menyebut nama Tuhan! Paling banyak menyebut nama Tuhan, . tapi menyebutnya dengan sembarangan. Bisa saja, mereka adalah para pendeta dan penginjil yang "pekerjaan" utamanya adalah "menyebut-nyebut nama Tuhan". Tapi lain di mimbar, lain di luar. Lain ucapan, lain tindakan. Lain di depan, lain di belakang. Bisa saja, mereka adalah orang-orang Kristen, yang dari mulut mereka siap meluncur bak mitraliyur kata-kata "Puji Tuhan!", entah berapa ratus kali sehari. Tapi perbuatan mereka? Tidak memuliakan, tetapi memalukan Allah. Tidak memuji, tetapi mencaci Dia. Bisa saja, mereka adalah para hakim yang, kita tahu, senantiasa memulai amar keputusan mereka dengan menyebut nama Allah. Tapi keputusan mereka lebih menunjukkan siapa pembayar paling tinggi, bukan keadilan dan kebenaran yang sejati. Keputusan mereka lebih memperlihatkan siapa yang mereka abdi: kehendak "mafia pengadilan" atau amanat "hukum Tuhan". Bisa saja, mereka adalah para "wakil rakyat" dan "pelayan masyarakat"-anggota-anggota parlemen dan para pejabat-yang terhormat, yang ketika mengucapkan sumpah jabatan pasti menyebut-nyebut nama Tuhan. Tapi dalam praktik? "Sumpah" mereka tidak lebih berharga dari pada "sampah". Berbau busuk. * * * "MENYEBUT Nama Tuhan" an sich memang tidak menjamin apa-apa. Seperti halnya kata-kata lain, ia bisa saja sekadar "bla-bla-bla". Ramai bunyinya seperti petasan renteng, namun tanpa makna. Mengenai ini, tidak kurang dari Yesus sendiri telah mengingatkannya. Kata-kata-Nya sangat jelas, "Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga" (Matius 7:21) Bahkan "kesaktian spiritual" atau kehebatan "karunia-karunia rohani" seseorang - yang biasanya paling berhasil mengecoh orang --, tidak serta-merta memikat hati Tuhan dan membuat-Nya jatuh hati. Ada saatnya, begitu kata Yesus, di mana semua "baju luar" ditanggalkan, dan setiap orang harus berdiri telanjang di hadapan Tuhan. Pada waktu itu, akan kentaralah mana yang "emas" dan mana yang "loyang". "Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi nama-Mu, dan mengusir setan demi nama-Mu, dan mengadakan banyak mujizat demi nama-Mu juga? Pada waktu itulah Aku akan berterus-terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!" (Matius 7:21-23). Sekarang, Yesus masih belum mau berterus-terang menyatakan, mana yang asli dan mana yang imitasi. Penyesat-penyesat umat itu masih diberi kesempatan untuk bertobat. Kita-kita saja--umat yang polos dan lugu--yang mesti pandai-pandai menjaga diri agar jangan sampai teperdaya. Selalu kritis dan waspada, tidak mudah percaya. Siap menguji setiap roh (1 Yohanes 4:1). * * * KITA, orang-orang percaya, menurut Paulus, adalah "surat Kristus, yang ditulis bukan dengan tinta, tetapi dengan Roh dari Allah yang hidup" (2 Korintus 3:3). Artinya, orang membaca mengenai Kristus, belajar mengenai Kristus, dan mengenal Kristus, melalui kita. Bila yang mereka baca adalah yang buruk-buruk, maka buruk pulalah Kristus dalam pemahaman mereka. Ibaratnya, bila "kaca mata"nya buram atau gelap, maka buram dan gelap pula segala sesuatu. Adalah wajah Kristus sendiri yang dipertaruhkan melalui setiap sikap, ucapan dan tindakan kita! Bila yang dilihat oleh dunia ini adalah orang-orang Kristen yang tidak bisa dipegangi kata-katanya, dan tidak bisa dipercayai janji-janjinya, maka begitu pulalah kesan dan pemahaman dunia ini tentang "Kristus"! Kita telah mencemarkan Nama Tuhan. Kita telah "menyebut nama Tuhan dengan sembarangan". Pantas dihukum berat. Sebab bila di zaman reformasi ini, menghina presiden saja dihukum berat-di masa Orba, malah lebih berat lagi: bisa diculik dan di"hilang"kan-terlebih-lebih menghina nama Tuhan. Yang terakhir ini bukan lagi sekadar merupakan tindak pidana melawan manusia, melainkan dosa melawan Tuhan. Orang bisa melakukan dosa ini secara langsung, sadar dan sengaja. Misalnya, dengan mengumpat Tuhan dengan terang-terangan. Ketika masih ramai-ramainya orang membakari atau menghancurkan gedung-gedung gereja, tindakan "barbarian" itu biasanya juga diiringi dengan coretan-coretan atau teriakan-teriakan yang menghujat Kristus. Yesus diperlakukan lebih hina dari hewan. Wah, sakit hati betul membaca atau mendengarnya! Tapi ini tak perlu dikhawatirkan sangat. Mereka yang melakukan itu, yakinlah, pasti akan berurusan langsung dengan Tuhan. * * * TAPI "dosa pencemaran" bisa pula dilakukan orang secara tidak langsung. Dan biasanya, tanpa sadar. Dilakukan bukan oleh orang-orang yang memang terang-terangan memusuhi Tuhan, melainkan justru oleh orang-orang yang (mungkin) mencintai dan menghormati-Nya sepenuh hati. Ya, namanya saja tanpa sadar, bukan? Contohnya telah kita bicarakan minggu lalu. Misalnya orang yang bersumpah atas nama Tuhan. Tujuannya adalah agar dengan "back up" nama yang agung itu, orang akan lebih mempercayai kata-katanya. "Demi Allah saya berjanji ." Atau "Demi Allah saya nyatakan ." Lebih meyakinkan. Padahal di balik itu, yang bersangkutan tidak pernah berusaha memenuhi kata-katanya atau menepati janjnya. Bila di kemudian hari ternyata janji-janji dan pernyataan itu betul-betul kosong dan bohong belaka, maka itu berarti yang bersangkutan telah menjual atau "mencatut" Nama Tuhan. Ia telah menyalah-gunakan Nama yang Kudus itu untuk membungkus perbuatan yang kotor. Menyeret Tuhan ke "pelimbahan". Tapi jangan lalu Anda berkata, "Kalau begitu, gampang, kita bersumpah demi nama yang lain saja-demi nama langit, demi nama bumi, atau demi nama apa saja kek-asal tidak demi nama Tuhan. Dengan begitu kita bebas dari risiko disebut "mencemarkan nama Tuhan", bukan? Jalan keluar yang cerdik! Tetapi salah! Jalan ini sama sekali tidak belajar dari motto PT Pegadaian, "mengatasi masalah, tanpa masalah"! Walaupun, kita tahu, bagaimana cara ini sering dipraktikkan di masa Orde Baru dulu. Saya ingat betapa pada suatu waktu, sebuah perusahaan swasta tertentu ingin membangun jalan tol. Tapi ini adalah sesuatu yang tidak diizinkan oleh undang-undang. Lalu, apa yang dilakukan? Undang-undang itulah yang dicabut! Dan si pelanggar pun bisa melenggang, tanpa bisa disebut telah melanggar hukum. Nalar yang sama dengan mengizinkan pelacuran, dengan alasan karena walaupun dilarang, toh orang melacur juga. * * * TAPI bagi Yesus, yang penting bukanlah apakah orang bersumpah atau tidak bersumpah. Dia sendiri tidak menolak ketika diminta bersumpah (Matius 26:63-64). Paulus pun demikian (Galatia 1:20). Yang utama bagi Dia, juga bukan atas nama siapa orang bersumpah. Yang penting bagi Dia adalah, "Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya; jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak" (Matius 5:37). Menyatunya ucapan dan tindakan. Ini lebih-lebih harus menjadi perhatian khusus anak-anak Tuhan. Mengapa? Karena mereka dikaruniai Allah suatu kelebihan yang luar biasa: "Apa yang kamu ikat di dunia ini akan terikat di sorga, dan apa yang kamu lepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga" (Matius 18:18). Termasuk di dalamnya, adalah kata-kata kita. Apa yang kita ucapkan di dunia, terdengar dan punya konsekuensi sampai ke sorga! Sebab itu, jangan asal bicara! Kata-kata itu penting! Alkitab menyaksikan, betapa semua yang tercipta di alam semesta ini berawal dari kata-kata. Dan kemudian bagaimana Allah -- sang Maha Pencipta serta sang Maha Pemelihara ini -- berkenan untuk menjalin hubungan yang dialogis dengan manusia, . juga melalui kata-kata. Herankah kita, mengapa Ia begitu serius menuntut, agar kata-kata manusia mencerminkan kekudusan dan kemuliaan-Nya? Menurut si Bijak, "Enam perkara ini dibenci Tuhan, bahkan tujuh: mata sombong, lidah dusta, tangan yang menumpahkan darah orang yang tidak bersalah, hati yang membuat rencana-rencana yang jahat , kaki yang segera lari menuju kejahatan, dan . seorang saksi dusta yang menyembur-nyemburkan kebohongan dan yang menimbulkan pertengkaran saudara" (Amsal 6:16-19). Karena itu, saudara, jangan asal bicara! Berbicara memang gampang. Tinggal membuka mulut. Tapi akibatnya itu lho! Lidah adalah "sesuatu yang buas, yang tak terkuasai, dan penuh racun yang mematikan". Sebab itu, "barangsiapa tidak bersalah dalam perkataannya, ia adalah orang yang sempurna, yang dapat juga mengendalikan seluruh tubuhnya" (Yakobus 3:8; 3:2). |