SUMBER KRISTEN: ARTIKEL TEOLOGIA

melayani jemaat dan hamba Tuhan

 Home Hubungi Kami Pengakuan Iman Kotbah Sermon Mimbar Gereja Artikel ilustrasi Humor ebooks Kursus Teologia Clip Arts Power Point Direktori

www.sumberkristen.com

 

 

 

BERKEMAUAN BAJA, BERHATI KACA

Di masa gonjang-ganjing sekarang ini, apakah Anda--seperti saya--mendambakan seseorang yang dapat kita jadikan idaman, andalan, serta panutan? Menurut para cerdik cendekia, orang yang pantas dijadikan idaman adalah orang yang paripurna. Maksudnya, ia memiliki serta merangkum semua karakter luhur di dalam dirinya. Termasuk karakter-karakter yang sendiri-sendiri sebenarnya saling berlawanan. Jadi, misalnya, yang bersangkutan mestilah seorang idealis sekaligus realis; berpikir jauh ke depan atau melambung tinggi ke awan-awan, tapi tetap menginjak bumi; seorang pemikir yang dalam dan pelaksana yang andal; amat disegani namun serentak juga disayang orang setulus hati.

Tidaklah mengherankan, manusia sempurna itu tidak ada. Yang mendekati sempurna pun amat langka. Sebab siapa orangnya yang mampu begitu paripurna? Tuntutan Tuhan atas kita, tak satu miligram atau setengah inci pun kurang dari itu. "Haruslah kamu sempurna sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna." Itu berarti, Anda dan saya mesti berjuang sangat keras agar menjadi kian paripurna. Tidak terjerat oleh fanatisme sempit yang membabi buta, atau oleh kepicikan yang timpang dan berat sebelah.

Hidup dalam kualitasnya yang paling prima, adalah hidup yang merupakan ajang perpaduan yang dinamis dan harmonis antara semua unsur-unsurnya. Termasuk unsur-unsur yang sekilas tampak saling bertentangan. Seperti tutur George Wilhelm Friedrich Hegel, kebenaran tidaklah terletak pada tesis dan tidak pula pada antitesis, melainkan pada sintesis yang adalah perpaduan antara keduanya. 

Sebab itu bisa dipahami peliknya hidup yang cuma mengandalkan kebenaran semata-mata! Yang bersangkutan akan menghadapi tantangan baik dari luar maupun dari dalam. Tantangan eksternal maupun tantangan internal. 

Mengenai tantangan yang berasal dari luar, Yesus menampilkannya sebagai "domba di tengah-tengah serigala." Orang yang setia kepada kebenaran akan senantiasa hidup di bawah ancaman dan tekanan.

Di satu pihak, ada orang-orang, yang karena rela menjual kebenaran dan harga diri, mampu terus mengapung bahkan melambung di zaman atau rezim apa pun.

Namun sebaliknya, ada pula yang karena tak pernah rela melawan kebenaran serta mengkhianati hati nurani, maka walau zaman telah berganti zaman, terus saja mereka hidup merana bagaikan domba di tengah-tengah serigala.

Toh, kata Yesus, mereka harus terus bertahan. Pantang menyerah. Domba tidak boleh berubah jadi serigala. Tapi juga jangan sampai cuma jadi mangsa tanpa daya serigala-serigala jahanam itu.

Untuk itu, mereka harus berusaha memadu dan meramu dua karakter sekaligus. Dan inilah yang saya sebut sebagai tantangan yang bersifat internal, atau berasal dari dalam. Yaitu sulitnya menjadi "cerdik seperti ular" sekaligus "tulus seperti merpati," seperti yang dikehendaki Yesus. Di satu pihak, ada kemauan keras, semangat rawe-rawe rantas, malang-malang putung, bahkan Werkudara. Di lain pihak, ada hati yang lembut, putih, tanpa pretensi, bagaikan Puntadewa.

Hampir-hampir mustahil, bukan, membayangkan seseorang yang memiliki dua sifat sekaligus, ’ular’ maupun ’merpati’? Tidak sulit membayangkan Pak Polan yang culas dan keji tanpa hati nurani. Juga tidak rumit membayangkan si Monang, yang jujur dan lugu.

Di dunia ini ada Adolf Hitler yang berhati iblis. Ada pula lbu Teresa yang berhati malaikat. Tapi bagaimana membayangkan malaikat berhati iblis? Atau iblis berhati malaikat?

Memang sulit. Sangat sulit. Tapi kesulitan ini wajar semata. Sebab tidak ada jalan yang mudah dan sederhana untuk mencapai tujuan yang mulia.

Tidak ada pula harga murah untuk mendapatkan benda yang sungguh-sungguh berharga. Kesulitan, Saudara, adalah sesuatu yang melekat pada kebenaran. Sesuatu yang tak mungkin terhindarkan. Karena itu, betapapun sulit, kita tak punya pilihan lain. Kita harus bersedia menebus "resep" yang mahal itu. Atau terpaksa mengucapkan, "Selamat tinggal, kebenaran!"

Para pencinta kebenaran harus berjuang keras untuk menjadi manusia-manusia dengan kemauan baja tapi sekaligus berhati kaca. Berkemauan baja, artinya: kokoh dan teguh dalam tekad dan kemauan. Bisa dipatahkan, namun mustahil dibengkokkan atau dibelokkan. Komitmennya kepada kebenaran adalah harga pas. Tanpa diskon.

Namun di samping berkemauan baja, seorang pencinta kebenaran mesti pula berhati kaca. Artinya, tidak cuma berkobar-kobar memperjuangkan kebenaran, tapi memperjuangkan kebenaran itu dengan motif dan cara yang benar.

Sebab itu ia mesti bersih dari maksud-maksud serta kepentingan-kepentingan tersembunyi. la mesti jernih dan bening bagai kaca. Transparan. Dan, seperti kaca pula, ia juga lembut serta mudah terluka.

Namun ini sama sekali bukanlah tanda kelemahan, melainkan justru tanda kekuatan. Hati seorang pencinta kebenaran adalah hati yang mudah sekali tergetar, tergores, bahkan retak oleh hadirnya ketidakbenaran serta kepalsuan di sekitarnya.

Karenanya, ia tidak bisa tinggal diam. Amat mungkin, dalam keadaan itu, ia tidak tahu harus bicara apa atau mesti bertindak bagaimana. Tapi hatinya tak bisa diam. Tak pernah bisa diam, penuh perlawanan.